Kelahiran Sekolah Katolik Santo Thomas Jatiseeng
I
Kelahiran Sekolah Katolik pertama di desa Jatiseeng, Cileduk yang kemudian diberi nama Santo Thomas pada hakekatnya berkaitan erat dengan tiga peristiwa yang mendahuluinya. Pertama, adanya kegiatan belajar mengajar siswa-siswi setingkat Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) yang dikelola secara pribadi oleh Bapak Doewe di rumah kediamannya di Jatiseeng. Kedua, adanya kunjungan Mgr. P.M. Arntz OSC (Uskup Agung Bandung) dan Mgr. W. van Hees OSC (Mgr. tamu dari Belanda), beserta para Petinggi Gereja dan Yayasan Salib Suci Bandung serta Pastor Soemodiwiryo OSC (Paroki Cirebon) ke kediaman Bapak Doewe pada tanggal 10 Maret 1950 yang kemudian mengakui secara resmi kegiatan belajar mengajar binaan Bapak Doewe sebagai embryo Sekolah Katolik pertama di Jatiseeng di bawah Yayasan Salib Suci Bandung. Ketiga, pembaptisan cucu kedua Bapak Doewe yang lahir pada tanggal 7 Maret 1950, oleh Mgr. W. van Hees OSC pada tanggal 10 Maret 1950 dan diberi nama baptis Thomas Aquino [1]. Bermula dari nama baptis inilah, nama Santo Thomas terpilih sebagai Nama Pelindung Sekolah yang akan dibangun, termasuk kelas-kelas binaan Bapak Doewe.
Dari ketiga peristiwa di atas diperoleh gambaran bahwa ketiga peristiwa tersebut layak dipahami sebagai rangkaian peristiwa yang saling berkaitan dan secara bersama-sama telah memberikan kontribusi terhadap terbentuknya Sekolah Katolik Santo Thomas Jatiseeng, dimulai dari tingkat Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar), Sekolah Menengah Pertama dan Taman Kanak-kanak.
II
Kecintaan Bapak Doewe pada dunia pendidikan yang tak kunjung padam telah melahirkan idea dan tekad baru untuk mendirikan kembali suatu sekolah, setelah Exelsior School bubar karena adanya penjajahan Jepang di Indonesia. Idea dan tekad tersebut makin terpacu dengan adanya kenyataan putra-putri warga Katolik dan atau simpatisannya di desa Jatiseeng dan Cileduk banyak yang terabaikan pendidikan formalnya, setelah tamat Sekolah Rakyat 3 tahun [2]. Pendidikan formal yang ada di Jatiseeng, Cileduk dan sekitarnya adalah Sekolah Rakyat Negeri 3 tahun (di Jatiseeng), Sekolah Rakyat Gadis Negeri 3 tahun (di Cileduk) dan Sekolah Tionghoa (di Cileduk).
Dari sejumlah pendekatan yang dilakukan Bapak Doewe secara terus menerus dan berkesinambungan pada para warga Katolik dan simpatisannya di Jatiseeng dan Cileduk, akhirnya terciptalah suatu kesepakatan bersama. Kesepakatan antar warga Katolik dan simpatisannya untuk kemudian merestui putra-putrinya “bersekolah” di rumah Bapak Doewe yang terdiri dari ruang-ruang kelas petak di pendopo rumah.
Hasil rekruitering menunjukkan adanya sejumlah jenjang kelas yang harus dikelola secara simultan, dimulai dari kelas 4, 5 dan 6. Suatu tantangan tersendiri bagi Bapak Doewe, tetapi konon sungguh sangat dinikmatinya. Putra-putri yang terekruit [3] dikelompokkan sesuai dengan jenjang kelasnya dan dididik sebagaimana anak-anak didik suatu sekolah formal. Dengan segala keterbatasan tentunya.
Demikianlah, karena berangkat dari suatu tekad kebersamaan dan dengan segala keterbukaan, maka sekalipun kegiatan belajar mengajar hanya dilakukan dalam ruang-ruang kelas petak di pendopo rumah, dengan kurikulum dan buku-buku pelajaran yang serba terbatas serta seadanya, namun semangat belajar mereka patut diacungi jempol. Hal tersebut dibuktikan dari kemampuan mereka yang berhasil lulus pada ujian saringan masuk SMP.
Kegiatan belajar mengajar kelas-kelas binaan Bapak Doewe tersebut yang mulai berlangsung terhitung sejak di penghujung tahun 1949, dalam perjalanannya terpantau, terlaporkan ke dan terekam oleh Yayasan Salib Suci Bandung. Konon segala pelaporan ikhwal kegiatan Bapak Doewe di bidang pendidikan serta kegiatannya sebagai seorang misionaris dan atau katekis yang telah berhasil mengembangkan agama Katolik di desa Jatiseeng dan sekitarnya, telah memperoleh tanggapan positif dari para Petinggi Gereja [4] dan Yayasan Salib Suci.
III
Kunjungan Mgr. P.M. Antz OSC, Mgr. W. van Hees OSC beserta para Petinggi Gereja lain dan Yayasan Salib Suci pada tanggal 10 Maret 1950 ke kediaman Bapak Doewe di Jatiseeng, patut diyakini sebagai kunjungan resmi yang lebih bersifat peninjauan lapangan atas segala laporan yang diterima. Namun apapun maksud dan tujuan kunjungan para Petinggi Gereja dan Pengurus Yayasan Salib Suci Bandung ke Jatiseeng, kunjungan tersebut kemudian menelorkan keputusan dari suatu kesepakatan yaitu bahwa Yayasan Salib Suci berkenan akan mendirikan bangunan Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) dan mengakui kegiatan belajar mengajar kelas-kelas binaan Bapak Doewe sebagai Sekolah Rakyat Katolik Pertama di Jatiseeng dalam embryo di bawah naungan Yayasan Salib Suci Bandung.
Gedung sekolah akan dibangun di atas lahan milik Bapak Doewe yang dihibahkan kepada Yayasan Salib Suci [5]. Pekerjaan pembangunan fisik gedung sekolah akan dimulai pada tahun 1951, segera setelah selesai segala proses administrasi dan atau perizinan terkait.
Di sisi lain, momentum kunjungan para Petinggi Gereja dan Yayasan Salib Suci ke Jatiseeng pada tanggal 10 Maret 1950, berhasil termanfaatkan untuk mohon pembaptisan cucu kedua Bapak Doewe yang dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1950. Ternyata Mgr. W. van Hees OSC berkenan untuk membaptisnya dan beliau memberi nama baptis Thomas Aquino, sesuai dengan hari kelahirannya yang bertepatan dengan hari raya Santo Thomas Aquino.
Dalam acara ramah tamah setelah usai acara pembaptisan, Bapak Doewe terilhami untuk mengusulkan Nama Pelindung Sekolah adalah Santo Thomas Aquino, dengan harapan semoga Sekolah Katolik Jatiseeng kelak akan berkembang menjadi sekolah yang patut diperhitungkan keberadaannya sebagaimana Sekolah-sekolah Santo Thomas yang berada di Amerika, Eropa atau Filipina misalnya. Inilah sebenarnya visi Sekolah Santo Thomas pada saat kelahirannya. Usulan diterima baik dan tersepakati pula bahwa kelak peresmian gedung sekolah akan dilakukan hanya pada tanggal 7 Maret.
Peresmian gedung Sekolah Rakyat Santo Thomas dilakukan oleh Pastor J. Döhne pada tanggal 7 Maret 1952.
IV
Dengan merujuk pada keputusan dari suatu kesepakatan yang antara lain berupa pengakuan resmi atas kegiatan belajar mengajar kelas-kelas binaan Bapak Doewe sebagai Sekolah Rakyat Katolik Pertama di Jatiseeng dalam embryo di bawah naungan Yayasan Salib Suci Bandung, Pastor Oedjoed Pr. (seorang pastor yang ditugaskan di Jatiseeng dan Cileduk) bersama dengan Bapak Agustinus Prawoto (keponakan Bapak Doewe, putra kedua Bapak Thomas Aquino Martomo) memperoleh kewenangan untuk membuka ujian seleksi penerimaan Sekolah Menengah Pertama yang akan bernaung pula di bawah Yayasan Salib Suci. Ujian seleksi penerimaan siswa pada dasarnya dikhususkan bagi siswa-siswi alumni kelas-kelas sekolah binaan Bapak Doewe, sekalipun terbuka pula bagi mereka yang berminat.
Ichwal segala sesuatu yang berkaitan dengan proses penyelesaian perizinan dan masalah administrasi sekolah sebagaimana lazimnya yang belum tuntas, dipercayakan sepenuhnya kepada Bapak Agustinus Prawoto. Pastor Oedjoed Pr. Lebih banyak berperan di bidang pembinaan lain-lain.
Tahun ajaran 1952/1953 merupakan tahun ajaran pertama SMP Santo Thomas dengan ruang-ruang kelas di salah satu rumah yang dibeli Yayasan dari warga keturunan Arab. Mereka yang dulu duduk di ruang-ruang kelas di pendopo rumah Bapak Doewe, kini kembali duduk di ruang-ruang kelas suatu rumah milik Yayasan. Mereka adalah siswa siswi SMP Katolik Santo Thomas angkatan pertama dan sekaligus merupakan alumni Sekolah Dasar Santo Thomas Jatiseeng yang pertama pula.
V
Sementara Sekolah Dasar Santo Thomas, yang gedung sekolahnya diresmikan pada tanggal 7 Maret 1952, dibawah kepemimpinan Bapak Doewe, Sekolah Menengah Pertama dibawah kepemimpinan Pastor Oedjoed Pr. bersama Bapak Agustinus Prawoto [6] sampai tahun ajaran 1954/1955. Keduanya berjalan seiring dan sesuai dinamika lapangannya masing-masing. Sejumlah data dari beberapa sumber yang patut dipercaya memberikan pemahaman bahwa SMP Santo Thomas dibawah kepemimpinan Bapak Loekito (terhitung tahun ajaran 1955/1956 sampai dengan 1958/1959) mulai tertata rapi. Beliau adalah mantan onderwijzer Excelsior School, Jatiseeng, Cileduk, yang sangat professional di bidang pendidikan. Namun beliau dipanggil Tuhan pada September 1958. Kepemimpinan SMP beralih ke Bapak Saswidoyo yang ditugaskan dari Yayasan Salib Suci. Beliau adalah seorang yang handal secara akademik juga pandai dalam pergaulan bermasyarakat. Selain disiplin belajar mengajar mulai ditegakkan secara bertahap namun pasti, nuansa keakraban dengan para pemuka masyarakat Jatiseeng dan Cileduk mulai tercipta. Keberadaan Sekolah Santo Thomas (SD, SMP, termasuk TK yang didirikan tahun 1954) secara keseluruhan mulai popular di wilayah Cileduk dan sekitarnya. Konon saat itu SMA de Britto Yogyakarta, SMA Loyola Semarang dan SMA Aloysius Bandung tidak pernah ragu menerima alumni SMP Santo Thomas Jatiseeng.
Estafet kepemimpinan Sekolah Santo Thomas Jatiseeng (SMP, SD, dan TK) terus bergulir dari waktu ke waktu, setidaknya sampai tulisan ini dibuat. Bergulir dari sejak Bapak Doewe dengan ruang-ruang kelas binaannya (yang kemudian diakui sebagai embriyo Sekolah Rakyat Santo Thomas hingga dibangunnya gedung sekolah dan diresmikan pada tanggal 7 Maret 1952), sampai pada kepemimpinan Bapak Paulus Tarju. Bergulir dari sejak Pastor Oedjoed Pr. dan Bapak Agustinus Prawoto sampai pada kepemimpinan Ibu V. Diah Wiyati SPd. Kesemuanya berjalan dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dengan segala aneka ragam gaya kepemimpinannya (styles of leadership) masing-masing. Namun diyakini, keseluruhannya tetap pada visinya yaitu sekitar mewujudkan Sekolah Katolik Santo Thomas Jatiseeng menjadi sekolah terbaik dan karenanya menjadi sekolah yang patut diperhitungkan keberadaannya.
VI
Tulisan ichwal kelahiran Sekolah Katolik Santo Thomas Jatiseeng ini disajikan untuk menyong song hari kelahirannya yang biasa diperingati pada tiap tanggal 7 Maret. Selain itu, terkandung harapan bahwa tulisan ini dapat pula digunakan sebagai informasi pelengkap pada tulisan “In Memoriam Bapak Ludovicus Doewe Prawiradisastra”. Harapan lain, mudah-mudahan pada suatu saat kelak akan terbit tulisan lengkap yang patut dijadikan sebagai naskah dokumen kelahiran Sekolah Katolik Santo Thomas Jatiseeng.
Jakarta, 7 Maret 2008
Frans Soesmoyo
[1] Mgr. W. van Hees OSC yang mengusulkan memberi nama baptis Thomas Aquino, karena Tanggal 7 Maret adalah hari raya Santo Thomas Aquino, seorang filosof besar yang sering dijuluki sebagai “Si Lembu Tolol”.
[2] Pada saat itu Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) di desa-desa hanya sampai kelas 3 saja. Untuk kelas 4, 5, dan 6 hanya ada di Cirebon.
[3] Putra-putri Bapak Doewe tidak termasuk, karena yang pertama sudah menikah sedang yang ke 2, 3 dan 4 sudah bersekolah di SMP Kanisius Salatiga, dan Putri bungsunya sudah bersekolah di Sekolah Rakyat Santa Maria Cirebon. Tetapi kemudian pada kelas 5 ia bergabung di Jatiseeng.
[4] Kegiatan Bapak Doewe dalam penyebaran agama Katolik di Jatiseeng dan sekitarnya, sangat dihargai oleh Vatikan dan karenanya Bapak Paus Pius XII telah berkenan menganugerahkan tanda penghargaan berupa “Penghargaan Salib Augusta Pro Ecclesia et Pontifice”, tertanggal 4 November 1953. Seremoni penganugerahan tanda penghargaan dilaksanakan di Keuskupan Bandung pada bulan Juni 1954.
[5] Lahan yang dihibahkan kepada Yayasan Salib Suci adalah lahan untuk gedung sekolah serta lapangan sekolah. Tanah dan dua bangunan yang berada tidak jauh dari bangunan sekolah yang kemudian dibeli oleh Yayasan dari warga keturunan Arab, dimaksudkan untuk dipergunakan sebagai rumah dan asrama para guru. Dalam perkembangannya, salah satu bangunan selain digunakan untuk asrama para guru, juga digunakan untuk ruang-ruang kelas SMP terhitung sejak tahun ajaran 1952/1953.
[6] Bapak Agustinus Prawoto kemudian masuk Seminari Agung di Bandung, tetapi kemudian keluar lagi dan terus melanjutkan pendidikannya di Wina Austria, dan menikah dengan gadis Austria. Beliau kemudian dikenal sebagai pendiri SOS Desa Taruna (Kinderdorf) di Lembang, Bandung, suatu yayasan pengasuh anak-anak yatim-piatu dan/atau anak-anak terlantarkan melalui system pengasuhan keluarga yang disponsori oleh suatu lembaga di Wina.
2 komentar:
Saya Michael Sujadi tinggal di Ciledug (Moderator milis alumni santhom),lulusan sekolah Santo Thomas dari TK sampai SMP dan selama ini hanya tahu sedikit sejarah pendiri sekolah kami tercinta. Semoga keteladanan dan kegigihan Bapak Doewe dapat diteladani para guru Santhom sekarang sehingga tidak mudah menyerah ditelan perkembangan jaman. Proficiat Pak Doewe Bravo Santhom
Saya pengen ketemu turunan pak duwe saya saudara pak duwe yg di Jatiseeng kidul, saya turunan dari argadisastra. Dulu rumah nya pak duwe di tempatin sama saya.Terimakasih sebelum nya.
Posting Komentar